SURAT TERBUKA UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
1:18:00 AM
SURAT TERBUKA UNTUK
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Kepada
Yth,
Bpk
Presiden Jokowi,
Bpk
Menteri Pendidikan Anies Baswedan,
Bpk Menteri Agama Lukman Hakim
Saifudin dan
Ibu Menko Bidang Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani
Suatu kehormatan bagi saya dapat menuliskan surat
terbuka ini kepada Bpk/Ibu yang sedang menjabat di tatanan kepemerintahan
Republik Indonesia. Salam hormat saya, semoga Bpk/Ibu senantiasa dalam
lingkupan-Nya dan tetap bersemangat untuk mengelolah negera ini menjadi negara
yang mampuh bersaing di era yang semakin canggih ini.
Bpk/Ibu yang saya cintai, sebagai seorang pelajar
saya mengerti betul apa yang dimaksud dengan pendidikan. Saya mengerti betul
bagaimana pendidikan berkontribusi besar menghantarkan kita menuju kesuksesan
yang kita impi-impikan. Dan saya yakin hal tersebut merupakan salah satu alasan
mengapa Bpk/Ibu mencanangkan program sekolah gratis dua belas tahun. Saya dan
teman-teman saya telah merasakan program sekolah gratis yang telah dicanangkan
oleh pemerintah ini. Namun sekolah gratis tersebut hanya bertahan sampai
sembilan tahun saja. Setelah tamat dari SMP teman-teman saya banyak yang putus
sekolah, kaum prianya berganti status sebagai buruh tani upah harian. Sedangkan
kaum wanita yang tidak sanggup sekolah umumnya akan segera menikah diusianya
yang masih belia. Ironisnya tidak jarang dari wanita ini berpasangan dengan
pria yang putus sekolah dan menjadi buruh tani upah harian di desa kami. Lalu, apa
yang dapat dilakukan oleh orangtua semuda ini? mereka akan makan apa? Kedua
pertanyaan ini mungkin telah terbesit di dalam hati Bpk/Ibu. Sejauh saya
menilik keseharian mereka, umumnya mereka akan tinggal untuk beberapa tahun
pertama di rumah masing-masing orangtua dari kedua belah pihak setelah itu
mereka akan segera merantau ke kampung seberang dengan status pasangan
suami-istri yang sangat muda. Padahal faktanya jika diukur dari segi usia,
mereka masih digolongkan sebagai remaja SMA yang masih sangat memerlukan
bimbingan orangtua.
Bpk/Ibu yang duduk di kursi kepemerintahan, saya
yakin betul bahwa kenyataan pahit di atas merupakan hal yang sangat Bpk/Ibu
tidak harapkan. Namun, itulah faktanya Pak, itulah kenyataanya Bu. Puji syukur
saat ini saya masih dapat belajar di sekolah formal, namun teman saya Bu,
sahabat saya Pak, mereka sudah memiliki anak lebih dari satu dalam renggang
tahun yang berdekatan antara anak pertama, kedua dan dengan anak selanjutnya.
Bpk/Ibu yang saya cintai. Jangankan lulus sampai
SMA, SMP sajapun masyarakat di desa kami banyak yang tidak tamat, meskipun pihak
sekolah telah mencanangkan sekolah gratis. Hal ini disebabkan perkembangan
jaman di era sekarang ini semakin canggih, disusul dengan penetapan kurikulum
baru yang mengharuskan siswa/i-nya dekat dengan media internet membuat orangtua
siswa/i di desa saya tidak mampuh menyekolahkan anak-anak mereka meskipun mereka
memiliki niat untuk sekolah.
Kepada Bpk/Ibu pemerintah negara yang saya sayangi,
berikut saya akan coba tuliskan hitung-hitungan kasar untuk menggapai gelar SMP
di desa kami. Di desa kami tidak ada SMP Pak/Bu, sehingga untuk menempuh
pendidikan ditingkat SMP teman-teman saya yang di desa harus menyewa kamar
(kost) di daerah yang ada SMP-nya, biasayanya harga kamar (kost) di daerah SMP
di daerah saya masih murah yakni sekitar Rp 50.000,-/bulan-nya. Selain biaya
kamar, tentunya mereka harus membayar uang makan. Umumnya pengeluaran untuk
biaya makan ini berkisar Rp 300.000,-/bulan. Tidak berhenti sampai disitu,
meskipun berlabel bersekolah di SMP gratis, orangtua tetap saja harus membeli
perlengkapan sekolah anak-anaknya, mulai dari seragam, sepatu, buku, tali
pinggang, dan beberapa keperluan lainnya. Jika ditotal harga keseluruhan
barang-barang keperluan ini semurah-murahnya berkisar Rp 500.000,-/periode.
Sebagai anak sekolah yang baru lulus SD, tentunya kebiasaan uang jajan (uang
saku) masih belum lepas dari mereka. Biasanya orangtua akan menaikan uang jajan
buat anak SMP. Rata-rata uang jajan anak SMP di desa saya berkisar Rp
1.000,-/hari. Jika ditotal dalam kurung waktu satu bulan, maka pengeluaran
untuk uang jajan ini bernilai Rp 30.000/bulan (jika satu bulan = tiga puluh
hari). Dari data-data pengeluaran di atas jika ditotal berjumlah Rp 880.000. Itu
masih pengeluaran kasar, belum lagi jika sianak minta dibelikan telepon
seluler untuk membantunya belajar atau biaya pengeluaran tambahan untuk beli pulsa dan
lain sebagainya. Dan satu lagi, pengeluaran itu hanya untuk satu orang anak,
bagaimana dengan orangtua yang memiliki lebih dari satu anak? Padahal penghasilan
umum bagi orangtua yang tidak mampuh di daerah kami hanya dihargai Rp 40.000 –
Rp 50.000,-/hari. Dalam satu bulan, jika suami dan istri sama-sama bekerja maka
pendapatan mereka hanya berkisar Rp 2.400.000 – Rp 3.000.000,-/bulan. Lalu
apakah Bpk/Ibu masih tetap berharap bahwa program wajib belajar dua belas tahun
ini akan berjalan dengan baik? Jika jawaban-nya “ragu-ragu”, saya tetap
menyemangati Bpk/Ibu untuk tetap menjalankan program terencana ini. Namun jika
jawabannya “program ini pasti berjalan dengan baik”, maka seperti pendahulu
mereka, masyarakat yang kurang mampu di daereh kami hanya akan bergelar SD
araupun SMP.
Bpk/Ibu yang sangat kami sayangi. Bagi mereka,
orangtua kami, hujan maupun terik mereka tahankan untuk mendukung cita-cita
kami. Tapi, inilah kenyataan pahitnya Pak, inilah kisah nyatanya Bu. Mereka
tidak bisa berbuat banyak, bekerja habis-habisan sebagai seorang buruh harian tidak
cukup untuk membayar biaya pendidikan kami. Melalui surat ini saya ingin
menyampaikan permohonan yang sedalam-dalamnya kepada Bpk/Ibu di kursi pemerintahan.
Bantulah kami Pak, bantulah kami Bu. Sekolahkan kami minimal sampai SMA.
Memang benar Pak/Bu bahwa kami membutuhkan sekolah
gratis, tapi nyatanya sekolah gratis juga belum mampuh membantu kami anak desa
yang tidak mampuh ini untuk menembus pendidikan di tingkat SMA. Kami
membutuhkan gedung sekolah negeri yang mudah dijangkau dari segi jarak maupun
biaya Pak/Bu. Kami sangat membutuhkan uluran tangan Bpk Jokowi selaku Presiden
Republik Indonesia, bantulah kami Pak. Kami juga sangat membutuhkan perhatian
ekstra dari Bpk Anies Baswedan selaku menteri pendidikan, perhatikanlah kami
Pak. Kami juga sangat membutuhkan penanganan dalam bentuk fisik dari Bpk Lukman
Hakim Saifudin selaku menteri agama kasihanilah kami Pak. Kami juga sangat
berharap tindak lanjut mengenai masalah kami ini dari Ibu Puan Maharani selaku
Menko Bidang Manusia dan Kebudayaan, semoga Ibu membaca surat ini dan tergerak
untuk menopang kami Buk. Dan kepada seluruh pemerintah negara di negeri ini,
saya memohon ayomilah kami, bantu lah kami, saya yakin kami juga bagian dari
penerus bangsa ini. Permohonan ini saya ajukan karena kami juga memiliki
cita-cita yang sangat ingin diwujudkan Pak/Bu. Kami juga ingin merasakan
senangnya bekerja menggunakan kemeja Pak, kami juga ingin merasakan memiliki
karir bagus Bu. Sekali lagi bantulah kami Pak, bantulah kami Bu. Sekolahkan
kami minimal sampai SMA!
Dari seorang pelajar yang pernah merasakan program
gratis sekolah sembilan tahun yang prihatin dengan teman-temannya yang kurang
mampuh yang harus putus sekolah sebelum tamat SMA.
Medan,
18 November 2015
Yacob Nainggolan
Karya ini mendapatkan penghargaan sebagai Surat Terbuka Terbaik Peringkat ke-III tingkat Nasional dan telah di unggah diberbagai media, baik majalah, internet dan lain sebagainya. v:
0 komentar
Berkomentarlah dengan sopan. Kami sengaja mengijinkan Anda yang tidak memiliki akun google untuk berkomentar. Tapi jika Anda memiliki akun google, sebaiknya menggunakannya, agar Anda dapat mengetahui respon balik dari kami. Hormat kami akkangyacob.blogspot.com